Thursday 15 August 2013

Rindu wajahmu..........!!

alviero12.blogspot.comBenderang cakrawala membentang di timur pagi. Sambut mentari yang sebentar lagi meniti hari. Tudung malam baru saja tersingkap, bersama senandung burung yang hinggap di basah dahan. Hijau daun, perlahan terayun embun, yang erat menggenggam ujungnya sebelum terjatuh ke tanah.

Demikian halnya rinduku, yang ingin kugenggam erat. Yang ingin kupeluk rapat-rapat. Hingga tiada ruang dan celah baginya untuk keluar dari dekapanku. Namun lidahku terlalu beku jika membisu. Pun ternyata ketika kusekap ia, makin menghentak ia berontak. Ketika diri ini makin lunglai tak kuasa menahan gejolaknya, kulepas ia di ujung ikhlas.

Berbutir-butir rindu jatuh di tanah kenangan. Mengukir nama yang tak mungkin terusir dari ingatan. Satu nama, yang pernah bertamu di beranda waktu, mengapa bayangmu tak jua menghilang dari kalbu?

Pertama kali melihat wajahmu dan pandangan mataku beradu, terasa detak di dada semakin bergejolak. Dan kaupun mulai merangkum senyum, sambil mengalihkan pandang ke arah lain. Lantas kau mulai bercerita, tentang perjalananmu meretas samudera. Ah, ingin sekali aku turut melaut bersamamu.

Aku ingin membantumu menarik sauh, melempar jala atau mengibarkan layar. Akan sangat mengasyikkan berlama-lama bercengkerama denganmu, sambil memanggang ikan hasil tangkapan.Butiran ombak, yang menjejak buritan terkadang akan menghampiri wajah kita. Ah, segarnya bila mampu merasakannya…

“Putri Fajar,”sahutmu, membuyarkan lamunanku. “Akan tiba masanya…Ketika engkau melintas bebayang siang, renangi samudera senja.”

Alangkah damai diri ini mendengar penuturanmu. Ingin kugenggam tanganmu sembari bertanya, ‘Benarkah?’

Namun dirimu sepertinya tahu apa yang ada di benakku. Aku jadi bertanya-tanya apakah engkau juga tahu bahwa aku menyukaimu?

“Suatu saat,”katamu lagi sembari menganggukkan kepala. “Engkau bisa menyaksikan perca-perca senja yang terjatuh di samudera. Bila berkenan, engkau bisa memungut setiap serpihnya yang terapung di lautan…”

‘Tapi, mengapa tidak sekarang?’tanyaku dalam hati kecilku.

“Suatu ketika, engkau pasti akan bisa menikmatinya,”imbuhmu lagi. “Tapi saat itu bukan sekarang.”

Kulihat engkau tersenyum memandangku, sambil menyentuh pundakku sejenak. Ah, alangkah lembutnya. Senyummu demikian lembut menyentuh kalbu. Namun entah mengapa, tiba-tiba saja kumerasa bahwa itu adalah sebuah bentuk ungkapan perpisahan

“Putri Fajar, engkau baru menapak pagi, dengan bekal mimpi di malam tadi. Kini saatnya mengurai satu persatu mimpi, sebelum siang terhidang. Nanti, setelah usai melukis bayang, akan datang sore yang akan menuangkan panorama senja di selaksa pandangmu…”

“Tapi bila masa itu tiba, bukankah engkau sudah tak ada di sana?”tanyaku mengkhawatirkanmu.

“Nanti, pasti akan ada yang mengiringimu. Seperti bayangmu, yang begitu setia menemani.”

Ah, mengapa harus yang lain? Yang kuinginkan hanyalah dirimu, dirimu, dan dirimu. Yang menjadi peneman diriku.

“Senjaku hampir tiba. Sebentar kemudian akan datang malam, yang akan menguburku di biliknya yang gelap dan pekat. Karena itu, ada baiknya jika engkau mengubur salah satu mimpi yang tak mungkin diraih…”

Butir-butir serupa embun terjatuh. Bukan dari pucuk dedaunan sebagaimana biasa. Bersimbahlah ia membasahi wajah pagi, menghapus debu-debu pengharapan yang belum sempat diterbangkan angan.

Sungguhpun begitu, ada yang tak bisa terhapus di situ. Wajahmu!

No comments: